“Mengajar seru, Belajar seru”




Suatu ketika saya pernah bertemu dengan kawan lama, raut wajahnya begitu sumringah  dan sejuk dipandang. Setiap orang yang berpapasan dengan beliau pasti akan memperoleh suguhan senyuman khas yang keluar dari lubuk hatinya. Dalam perbincangan kami dia mangatakan satu kalimat yang membuat saya sadar sampai sekarang bahkan kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga. Ia mengatakan “Apapun profesi kita mengajar adalah kewajiban kita”

Ternyata betul, apa pun profesi kita tugas mengajar adalah hal utama. Jika kita memiliki kemampuan dalam suatu keahlian tertentu meski hanya satu huruf maka kewajiban kita adalah mengajarkannya kepada orang lain.  Sungguh benar apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw bersabda:

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhori)

Mengajar merupakan tugas mulia bagi para guru untuk mencerdaskan anak bangsa. Tujuannya agar kebaikan – kebaikan yang sudah diajarkan bisa menyebar seluas-luasnya hingga pada akhirnya bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi amal sholih. Sehingga, setiap orang bisa merasakn dari keshalihan yang telah dilakukan serta bisa mengambil manfaatnya.

Namun, praktik dilapangan berbeda dengan apa yang kita bayangkan. Terkadang mengajar bisa menjadi momok yang membosankan yang seharusnya menjadi hal yang menyenangkan. Adakalanya seorang pengajar hanya sekedar mengajar dengan tujuan menggugurkan tugasnya saja yang semestinya siswa bisa paham pelajaran dan mendapatkan materi lengkap. Acap kali proses belajar mengajar menjelama menjadi sesuatu yang menyeramkan yang selayaknya menentramkan bagi siswa . Dan masih banyak lagi alasan yang membuat suasana kegiatan belajar mengajar tidak kondusif.

Mengapa proses belajar mengajar tadi bisa tidak menyenangkan? Padahal pelajaran yang akan diajarkan sangat bermanfaat, bukan hanya berguna di dunia bahkan bisa sampai menyelamatkan kita di akhirat (ilmunnafi’). Jawabannya tentu ada pada diri kita selaku tenaga pengajar. Mengapa demikian? Inilah yang harus sama-sama kita sadari. Selama ini kita beranggapan bahwa ketika mengajar semua murid harus pintar dan mendapatkan ranking yang tinggi. Kita berorientasi pada sistem pendidikan yang hanya fokus pada orientasi pintar matematika dan pengetahuan alam.  Tanpa memikirkan metode pengajaran guru dengan gaya belajar murid. Alhasil  sebagian murid kurang menikmati proses belajar mengajar, setiap hari ia hanya duduk manis mendengarkan ceramah dari guru. Tidak jarang kita dapati murid mengantuk di kelas dan merasa bosan. Belum lagi metode pengajaran yang diterapkan ketika kegiatan belajar berlansung adalah sistem CBSA atau Catat Buku Sampai hAbis.

Menurut Munif Chatib dalam bukunya Sekolah Anak-Anak Juara penyebab seorang anak dianggap bermasalah adalah saat anak gagal mencerna informasi ketika belajar. Dia mengungkap bahwa faktor pemahaman mengenai kerja otak adalah pemicunya. Selain itu pintu masuk pengetahuan akan tertutup rapat dalam kondisi:

1.      Saat mengajar, guru tidak memberikan fasilitas atau memuaskan otak reptile murid ketika pembelajaran dimulai (melakukan apersepsi)
2.  Guru mengajar dengan kondisi kelas yang tegang atau gaya mengajar guru membosankan membuat informasi pengetahuan tidak terserap di memori otak siswa (kegiatan belajar)
3.    Gaya mengajar guru tidak sesuai dengan gaya belajar murid sehingga membuat pelajaran tidak terserap baik di memori jangka panjang (strategi mengajar)

Oleh karena itu, Munif menganjurkan para guru untuk introspeksi, apakah siswa kita yang bermasalah ataukah kita sendiri yang bermasalah dalam proses kegiatan belajar mengajar?

Selain itu, asumsi yang berkembang di lingkungan pendidikan selama ini adalah ada yang beranggapan bahwa siswa yang belum pandai berhitung, membaca, menulis dan lain-lain dicap sebagai anak bodoh.

 Jika kita telusuri bersama sebenarnya tidak ada manusia bodoh di dunia ini, semua memiliki potensi dah hak yang sama untuk menjadi pintar. Karena sesungguhnya Allah Swt telah menciptakan manusia itu dalam bentuk yang sempurna. Allah Swt berfirman: 

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4)

Allah Swt menciptakan setiap orang dalam keadaan yang sempurna, memiliki panca indra, tubah yang sehat dan kuat serta dilengkapi dengan akal pikiran yang mampu membedakan antara yang baik dan buruk. Disini saya tidak bertujuan untuk mengesampingkan yang dilahirkan dengan anggota tubah yang tidak sempurna. Intinya disini adalah setiap orang dibekali akal pikiran yang membuat seseorang bisa menjadi cerdas.

Munif Chatib dalam bukunya Gurunya Manusia menyampaikan setiap guru wajib punya pandangan atau pola pikir yang menganggap setiap anak adalah juara atau setiap anak mempunyai potensi kebaiakan, apa pun kondisi yang dialami anak. Meski pada kenyataannya ada anak yang memang belum bisa menguasi pelajaran tertentu. Anggapan inilah menurut Munif yang menjadi penghalang pertama bagi seorang guru untuk memasuki dunia siswa yang guru anggap bodoh.

Tidak kita pungkiri bahwa kita sering membangun tembok tebal yang menghalangi interaksi kita sebagai guru dengan siswa. Penghalang itu bukan dibuat oleh siswa tapi oleh guru itu sendiri. Selanjutnya Munif membeberkan bahwa kebiasaan pola pikir menjadi kunci utama. Paradigma inilah yang mesti diubah sehingga tidak ada lagi istilah anak bodoh. Semua anak berhak mengenyam pendidikan dan pengajaran yang sama. Setiap anak adalah juara sesuai dengan potensinya masing-masing.

Mengutip perkataan Munif Khatib dalam bukunya Sekolah Anak-anak Juara ia menjelaskan bahwa kemampuan manusia itu seluas samudra. Menurutnya kemampuan seseorang itu adalah saat dia menunjukkan suatu perkembangan dalam kehidupannya.  Ia melihat ada tiga kecerdasaan dalam diri manusia, sebagaimana diungkap dalam ilmu psikologi perkembangan, ada tiga komponen perkembangan manusia, yaitu psikoafektif (prilaku seseorang terhadap lingkungannya), psikomotorik (kemampuan seseorang untuk menampilkan diri tentang sesuatu atau kemampuan menghasilkan produk, sesederhana apa pun bentuknya) psikokognitif (kemampuan olah pikir seseorang untuk mengenali, menganalisa sesuatu, dan akhirnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri). Dengan demikian menurut Munif bahwa tiga ranah kemampuan ini disebut SELUAS SAMUDRA. Dia sangat menyayangkan jika sebuah sistem pendidikan menyempitkan kemampuan manusia yang seluas samudra ini menjadi selokan-selokan kecil yang mengerdilkan kemampuan satu dengan yang lainnya. Tanpa kita sadari ternyata manusia memiliki potensi dan keunggulan masing-masing yang mesti di latih dan dikembangkan.

Dari uraian di atas, mulai dari kita mengetahui masalah – masalah yang muncul ketika belajar, sistem atau metode yang belum tepat saat mengajar, dan setiap anak memiliki kecerdasan yang istimewa. Kemudian saya ingin mencoba menceritakan bagaimana pengalaman saya ketika mengajar yang menurut saya ini yang menyenangkan.

Pada tahun ajar 2017-2018 ini saya kembali diamanahkan oleh lembaga untuk mengajar kelas enam. Di semester ini saya diberikan tugas untuk mengajar mata pelajaran IPS. Awalnya memang saya agak kesulitan mengajarkan materi IPS karena selain materi dan pembahasannya cukup banyak ditambah lagi anak – anak harus mampu mengingat dan menghafalnya.

Akhirnya saya membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan dari silabus. Mulai dari sini saya coba teliti apa yang menyebabkan siswa selama ini bosan belajar IPS. Saya kumpulkan informasi mengenai hal itu ternya masalahnya ada dari kesiapan saya sebelum mengajar, sehingga siswa merasa bosan. Karena selama ini metode pengajaran yang sering saya gunakan adalah metode ceramah. Kemudian saya coba untuk menggunakan metode lain dengan sedikit pariasi.
Hari itu, kebetulan materi pelajaran IPS adalah tentang upaya-upaya pelestarian laut Indonesia. Kemudian saya bagi anak – anak menjadi empat kelompok, dua kelompok ikhwan dan dua kelompok akhwat. Setelah anak – anak dibagi kelompok, kemudian saya membuka pembelajaran dengan basmalah. Saya mulai membuka pembelajaran dengan memberikan apersepsi berupa menebak soal. Saya namakan dengan “Kursi Panas” anak diminta untuk menyediakan secarcik kertas kecil. Kemudian, anak menuliskan satu pertanyaan berkenaan dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Setelah semua menulis soal, siswa diminta untuk membuat lingkaran besar, sedangkan di tengah lingkaran mereka sudah tersedia tiga “kursi panas”. Saat itu, saya memastikan anak-anak sudah mencatat soal mereka di kertas kecil tesebut dan digulung kecil.

Setelah semuanya siap, maka saya katakan ke anak –anak. “Baik anak-anak, bapak akan kasih tahu ataurannya, kalian nanti lemparkan lembaran kertas kecil itu ke tengah kursi panas, setelah itu kalian ambil dengan intruksi dari bapak ya”. Saya lihat anak-anak sangat antusias dan terlihat senang dengan hal ini. Ketika saya hitung sampai tiga, maka anak-anak melemperkan kertas-kertas kecil mereka. Selanjutnya saya hitung kembali, “Oke anak-anak hitungan tiga, kalian ambil ya kertasnya, ambil yang bukan milik kalian, satu… dua… tiga…”.  Serentak anak-anak berebutan mengambil kertas kecil, ada yang langsung mengambil ketengah, ada yang mengambil dari samping saja, ada juga yang sampai menginjak tangan temannya, bahkan ada yang kejedot kursi. Seketika suasana kelas menjadi ramai dan raut wajah anak-anak yang sumringah senang. Meskipun diantara mereka ada yang keinjak tangan temannya tanpa sengaja dan kejedot kursi itu semua tidak membuat mereka menangis bahkan sebaliknya mereka senang – senang saja.

Saya lihat semua anak-anak sudah mendapatkan kertas kecil, kemudian saya intruksikan kembali untuk membuka kertas kecil itu, setelah dibuka saya coba tanya ke siswa pertama untuk mejawab isi soal yang ada di kertas tersebut. Siswa pertama alhamdulillah berhasil menjawab sedangkan siswa ke dua ketika dia diminta untuk menjawab soal yang ada di kertas dia belum bisa menjawab, akhirnya dia dapat kursi panas harus duduk di kursi yang sudah disediakan di tengah lingkaran tadi. Tiba-tiba anak-anak bersorak meneriaki temannya yang belum bisa menjawab, sambil tersenyum-senyum. Si anak yang belum bisa menjawab ini pun tersenyum dan duduk di kursi panas sambil menghafalkan jawaban yang yang ada di kertas itu. Selanjutnya saya beri kesempatan kepada anak-anak yang lain untuk menjawab soal yang mereka pegang disecarcik kertas tadi hingga selesai.

Proses apersepsi yang menurut saya pada hari itu berhasil, karena bisa membangkitkan semangat siswa sebelum belajar. Anak terlihat lebih nyaman dan senang. Lalu saya kembali memberikan intruksi kepada anak-anak untuk duduk bersama teman kelompok yang sudah dibagi pada pembukaan pembelajaran tadi. “Anak-anak tugas kalian sekarang adalah menjadi detektif penyelamat laut. Kalian harus tahu bahwa laut Indonesia sebagian ada yang tercemar, oleh karena itu, kalian semua harus peduli dan mencari apa penyebabnya dan upaya apa yang harus kita lakukan”. Ungkap saya kepada anak –anak.

“Silahkan kalian keluar, mencari gambar – gambar penyebab dan upaya yang harus dilakukan agar laut kita terjaga, dengan cara mencari gambar-gambar di kebun jati, bapak sudah tempelkan gambar-gambar tersebut di pohon jati”. Ungkap saya kepadan anak-anak. Setiap siswa merasa tertantang dan setiap kelompok langsung menyiapkan pensil dan buku catatan mereka. Mereka diberikan waktu kurang lebih 10 menit untuk mencari informasi tersebut. Setelah dipersilahkan mereka langsung menuju ke kebun jati. Terlihat ada sebagian kelompok berlari-lari langsung ke kebun jati karena takut kehabisan informasi. Ada juga yang memotong jalan alternatif agar cepat sampai ke kebun jati. Berbagai macam cara dan jalan mereka lakukan supaya tidak ketinggalan.

Di kebun jati, saya melihat anak – anak begitu menikmati belajar di luar. Karena suasananya sejuk, adem dan tenang. Padahal waktu itu lagi panas dan matahari berada di ubun-ubun. Tapi mereka sangat menikmati pelajaran mencari informasi di setiap pohon jati yang tumbuh. Mereka menjadi detektif mencari informasi di setiap pohon, memilih-milih pohon yang ditempeli kertas putih. Saat ada siswa yang mendapatkan informasi yang ditempel di pohon jati maka secara spontan kelompok dia langsung menghampiri. Mereka berdiskusi satu dengan yang lain, ada yang bertugas mencatat ada yang juga yang mengusulkan ide, dan ada lagi yang mencari-cari informasi yang lainnya. Keseruan mereka menjadi detekfif di hari itu benar-benar seru. Karena semuanya aktif meneliti dan mencari informasi.

Sepuluh menit sudah berakhir waktunya anak – anak kembali ke kelas lagi. kemudian anak-anak kembali memasuki kelas dengan membawa catatan mereka. Setelah semuanya ada di kelas, kemudian saya berikan gambar yang persis sesuai dengan yang ada di pohon jati tadi sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Setelah diberikan waktu beberapa menit untuk diskusi dan melengkapi kembali hasil tulisan mereka maka waktunya mereka mempresentasikan hasil temuan mereka di depan kelas.

Alhamdulillah hasilnya bagus, mereka mampu mengungkapkan tugas dengan baik. saya merasa senang di hari itu karena mereka bisa menyelesaikan pelajaran dengan baik. Mereka bisa memberikan gambaran  tentang pencemaran laut dan upaya yang harus dilakukan untuk penyelamatan laut Indonesia. Setelah itu, saya memberikan tugas agar hasil temuan mereka itu untuk ditempelkan di dinding kelas. Tujuannya agar membantu mereka ketika ada UKD atau bisa mereview kembali materi itu. Kemudian saya tutup pelajaran dengan Alhamdulillah.

Dari pengalaman saya tadi, saya jadi bisa mengambil pelajaran dan pengalaman berharga, rupanya menjadi guru itu harus bisa menarik perhatian murid. Mampu menggunakan berbagai cara atau metode untuk belajar. Bukan hanya satu metode yaitu metode ceramah saja. Hal ini pernah diungkapkan oleh Munif Chatib bahwa gaya belajar setiap murid berbeda-beda. Ada yang berminat pada pelajaran melalui pendekatan psikomotorik, visual, atau audio. Sehingga pada akhirnya siswa tidak jenuh dan bosan dengan gaya belajar itu – itu saja.

Selain itu, saya jadi berintropeksi diri ternyata ketika seorang guru ingin mengajar maka hal yang wajib bagi dirinya adalah memiliki SOP pengajaran, menurut Munif Chatib SOP pengajaran itu bernama Lesson Plan atau rencana pengajaran. Jika seorang guru sudah terbiasa membuat Lesson Plan maka ia akan memperoleh banyak keuntungan selain ia memiliki arsip ia akan mendapatkan tiga TAMBANG EMAS, yaitu:

Pertama, punya kesempatan menulis buku ajar dari Lesson Plan. Dari Lesson Plan seharusnya guru dapat membuat buku ajar untuk siswa, dengan model buku ajar interaktif. Sehingga jika seorang guru melatih dirinya untuk menulis maka ia akan mendapatkan kemampuan untuk menulis buku ajar yang baik, ini merupakan TAMBANG EMAS bagi guru.

Kedua, punya kesempatan menulis  Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Para guru seharusnya terbiasa menulis PTK karena profesi guru tidak boleh dilepaskan dari menulis karya ilmiah atau jurnal pendidikan. Pekerjaan mengajar sehari-hari mestinya merupakan wahana setiap guru untuk meneliti banyak hal ketika proses belajar mengajar berlangsung. Ketika seorang guru matematika kelas 1 SD dalam satu semester akan mengajar lima bab dan membuat lima Lesson Plan sehingga guru tersebut punya kesempatan menulis lima Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Ini adalah TAMBANG EMAS bagi guru.

Ketiga, punya kesempatan menulis buku populer pendidikan. Dalam Lesson Plan kreatif terdapat istilah moment special, yaitu kejadian mengesankan yang dialami guru atau siswa untuk setiap pemebelajaran. Apabila guru rajin mencatat momen special ini, dia dapat menyusun sebuah buku populer pendidikan, baik berupa novel edukatif ataupun lainnya. Novel Laskar Pelangai sebenarnya adalah rangkuman momen special Andrea Hirata pada saat dia bersekolah. Jika momen spesial itu ditulis dan dikemas menjadi sebuah buku populer, pasti hasilnya akan menarik, minimalnya akan memberikan inspriasi kepada guru-guru lainnya. Dengan demikian, menulis buku pupuler pendidikan adalah TAMBANG EMAS bagi guru.

Itulah kira-kira keuntungan jika menjadi seorang guru yang rajin menulis dan menyusun Lesson Plan selain akan membantu guru dalam proses belajar mengajar juga akan mewujudkan kelas dengan gaya belajar seru mengajar seru.

Dokumentasi siswa kelas enam saat pelajaran IPS “upaya pelestarian laut”
 










Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "“Mengajar seru, Belajar seru”"

Posting Komentar